Segenggam Luka dan Kerinduan


Segenggam Luka dan Kerinduan
(Safa Riyah)


Tentang kamu yang masih tersimpan rapi dalam kenangan, Ingatanku tentangmu sungguh aku rawat dengan sangat baik, mengemas tiap garis kisah dalam kotak kecil yang aku beri nama kenangan.

Masih banyak yang belum sempat aku sampaikan padamu, perihal aku yang masih senantiasa menyimpan rindu. Tentang aku yang masih mendekap hebat pada kisah cinta yang tidak berarah. Dan ribuan gelisah yang  tersematkan dalam ruang hatiku yang  sampai saat ini tak mampu aku terjemahkan.

Aku sempat mencintaimu dengan sangat berani sampai aku lupa berdamai dengan diriku sendiri. Sebelum luka dihati mulai meradang aku lebih memilih bijaksana dalam menanggapi bahwa aku gagal dalam menafsirkan rasa dan akhirnya ku memilih mundur, bukan berarti aku kalah, dan bukan berarti aku lemah.  Hanya saja aku mengerti bahwa seperti berjalan diatas pecahan kaca, setiap langkah pasti  akan menuai luka.

Pikiranku sedang kacau,  sedangkan dia memilih diam, melihat aku tersesat dalam lembah perasaan.  Aku bagaikan langit mendung yang bernyanyi bersama guntur. Maka sekeras apapun aku berusaha, tak akan pernah ada hati yang akan merasakan cinta. Karena baginya, dirimu  hanya telinga yang mendengarkan setiap kesah, bukan ladang yang akan ia tuai sejuta cinta. 

Kekeringan hatimu yang kau harap akan di siram cintanya, namun pada akhirnya dia akan melupakan bahwa kau juga punya rasa , dan dia tak pernah ingin tahu tentang kegelisahan hatimu yang menolak untuk tidak jatuh cinta.

Aku tidak pernah merasakan patah yang sebijaksana ini. Kuletakkan hatiku pasrah pada garis semesta rasa. Aku percaya, semesta akan membawaku pada lembah yang bermuara bahagia. Dan aku percaya bahwa tuhan mematahkan hatiku untuk menyadarkanku bahwa selama beberapa waktu aku sempat terjebak pada ruang yang salah. 

Akan ku katakan pada hatiku sendiri, kuatlah kau setabah pelangi, yang datang memberi keindahan setelah diguyur oleh derasnya air hujan.

Kau tetap menjadi angan-angan yang aku susun sedemikian rupa, kau tetap menjadi mimpi semata. Tidak ada yang nyata mengenai dirimu, aku tahu kamu ada, aku masih bisa merasakannya. Namun, belum mampu menyentuhnya. Kau semakin jauh, meski kadang terasa begitu dekat.

Dan masih  banyak hal yang tidak bisa aku jelaskan, tentang mengapa aku tidak menyukai hujan, dikala hujan turun pikiranku menelusuri angan tentangmu.

Hujan yang selalu punya cerita, kini menjelma sebagai suasana hampa tanpa suara. Berpisah selepas hujan bukan berarti aku akan membenci hujan. Luka ku meradang perih karena derasnya dan bukan berarti aku menyalahkan hujan. Hujan hanya perantara yang hadir untuk menutupi duka dan air mata.

Seperti senja yang pergi karena ia tidak pernah berjanji untuk bertahan lama, seperti badai yang bergemuruh karena ia tak berteman dengan ketenangan, seperti rindu yang belum menemukan tempat berlabuh. 

Dan aku menghadapi banyak kenyataan  ketika jaring harapan yang ku tebar tak pernah berisi apapun tentang tentang dirimu. Ketika tangan ini berusahan menyentuhmu, tak ada hal lain yang ku temukan selain kehampaan. Dan inilah kisah pilu, tentang aku yang menebar rasa dalam angan. 

Setelah kepergianmu, aku akan menantikan kau diantara batas senja, entah bertemu dalam waktu yang lama, atau hanya singgah untuk mengucapkan sebuah pisah.



pengangum_senja


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membunuh Kenangan

Perihal Sepi Dan Kerinduan